KEDUDUKAN HUKUM GIRIK, KIKITIR, LETTER C, DAN PETUK D PADA KEPEMILIKAN HAK ATAS TANAH

Hukum Agraria

Ilham Ramadhan, S.H., CPM

11/3/20252 min read

Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, istilah girik, kikitir, petuk D, atau Letter C sudah tidak asing. Selama puluhan tahun, dokumen-dokumen ini dianggap sebagai "bukti" kepemilikan tanah yang dipegang secara turun-temurun. Namun, era tersebut akan segera berakhir.

Pemerintah, melalui PP No. 18 Tahun 2021, telah menetapkan batas waktu bagi dokumen-dokumen ini untuk didaftarkan. Ini adalah langkah krusial untuk menciptakan kepastian hukum dan memberantas mafia tanah.

Apa Itu Girik dan Kikitir?

Penting untuk dipahami bahwa girik dan kikitir (atau Letter C) bukanlah sertifikat bukti kepemilikan hak atas tanah.

  • Girik/Kikitir/Petuk D/Letter C: Pada dasarnya adalah bukti pembayaran pajak atas tanah kepada negara, khususnya Pajak Hasil Bumi (PHB) atau Iuran Pembangunan Daerah (Ipeda) di masa lalu.

  • Fungsi: Dokumen ini hanya menunjukkan bahwa nama yang tercantum adalah wajib pajak dan menguasai sebidang tanah, namun tidak secara definitif membuktikan kepemilikan (hak milik).

Karena statusnya yang bukan bukti kepemilikan, girik sering menjadi sumber sengketa tanah. Satu bidang tanah bisa memiliki beberapa girik, atau girik tumpang tindih dengan sertifikat yang sudah ada.

Batas Waktu 5 Tahun dari diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 2021 Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, Dan Pendaftaran Tanah

Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah menerbitkan PP No. 18 Tahun 2021. Peraturan ini adalah turunan dari Undang-Undang Cipta Kerja. Pasal kunci yang relevan adalah Pasal 96. Pasal ini secara tegas memberikan batas waktu bagi pemegang hak lama (termasuk girik) untuk mendaftarkan tanahnya. PP No. 18 Tahun 2021, Pasal 96 ayat (1): "Alat bukti tertulis Tanah bekas milik adat yang dimiliki oleh perorangan... wajib didaftarkan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun sejak berlakunya Peraturan Pemerintah ini."

Batas waktu 5 tahun untuk mendaftarkan tanah yang alas haknya masih berupa girik, kikitir, dan sejenisnya adalah 2 Februari 2026. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) telah berkali-kali membantah isu ini. Berikut adalah klarifikasi dari apa yang sebenarnya terjadi:

  1. Tanah TIDAK Diambil Negara Kementerian ATR/BPN menegaskan bahwa negara tidak akan merampas atau mengambil alih tanah yang masih berstatus girik setelah 2026. Selama pemilik masih menguasai tanah tersebut secara fisik, haknya tidak hilang begitu saja.

  2. Girik Kehilangan Kekuatan Pembuktian Implikasi terbesarnya adalah girik dan kikitir tidak lagi dianggap sebagai alat bukti yang kuat dalam pendaftaran tanah atau dalam sengketa di pengadilan.

    • Jika terjadi sengketa antara pemegang girik dan pemegang Sertifikat Hak Milik (SHM) atas tanah yang sama, pemegang SHM akan memiliki posisi hukum yang jauh lebih kuat.

    • PP 18/2021 juga memberikan perlindungan kuat pada pemegang sertifikat yang telah terbit lebih dari 5 tahun, yang tidak dapat diganggu gugat lagi (kecuali ada cacat administrasi).

  3. Tujuan Utama: Kepastian Hukum Tujuan pemerintah bukanlah mengambil tanah, melainkan mendorong terciptanya kepastian hukum. Dengan semua tanah terdaftar dan memiliki sertifikat, sengketa dan praktik mafia tanah yang memanfaatkan dokumen lama (seperti girik) dapat diberantas.

Sumber Foto : Menpan.go.id